1. Majnun – Anton Kurnia

Novel Majnun karya Anton Kurnia adalah undangan untuk merasuki tubuh para pencinta dengan segala disorientasi kemabukan dan kegilaan. Diselubungi oleh Carmina Burana—simfoni yang senapas menuturkan tragedi kemanusiaan: sejarah kekerasan, kekuasaan, kepasrahan—novel ini membawa pembaca ke dalam kataklisme cinta.” Dalam Majnun, dengan luwes Anton Kurnia menghadirkan kembali dua kisah cinta termasyhur Laila-Majnun dan Yusuf-Zulaikha di dunia kita hari ini. Namun, membaca Majnun tak cuma kita temukan tema asmara,.Anton juga menyaling-silangkannya dengan mitos dalam budaya Sunda-Jawa serta ragam persoalan sosial-politik sembari dengan nakal menyisipkan elemen biografis. Sebuah permainan interteks yang. menarik.” —Sunlie Thomas Alexander, sastrawan dan kritikus sastragajar filsafat di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia
2. Where Stories Begin – Wacaku

Where Stories Begin adalah antologi cerpen hasil kurasi Redaksi Novel Elex Media dari perlombaan yang diadakan oleh Wacaku. Where Stories Begin menyuguhkan cerita pendek dari sepuluh penulis yang terpilih dari perlombaan yang diadakan pada 2022 lalu. Cerita-cerita karya Stanza Alquisha, Maria Perdana, Robin Wijaya, Arata Kim, Kanigara, Meera, Nureesh Vhalega, Ratifa Mazari, Tian Topandi, dan Zaidatul Uyun Akrami mengisahkan bahwa perkara cinta tak melulu soal kebahagiaan. Bahwa cinta tak selalu semanis gulali, dan indah seperti gumpalan awan merah muda. Because these are where stories begin.
3. Ramai Yang Dulu Kita Bawa Pergi – Suci Berliana
Cerita ini hanya kilas balik pertemuan kita. Cerita yang hanya mampu kujabarkan lewat rentetan kata. Tentang semua kenangan yang memenuhi rongga kepala. Tentang semua gelak tawa yang menggema di rongga telinga.
Ada satu pertanyaanku, “Apa benar tidak lagi ada aku di sana? Lebih jelasnya, di dalam hati dan pikiranmu.”
4. 172 Days – Nadzira Shafa
5. Funiculi Funicula (Before the Coffee Gets Cold) – Toshikazu Kawaguchi
Di sebuah gang kecil di Tokyo, ada kafe tua yang bisa membawa pengunjungnya menjelajahi waktu. Keajaiban kafe itu menarik seorang wanita yang ingin memutar waktu untuk berbaikan dengan kekasihnya, seorang perawat yang ingin membaca surat yang tak sempat diberikan suaminya yang sakit, seorang kakak yang ingin menemui adiknya untuk terakhir kali, dan seorang ibu yang ingin bertemu dengan anak yang mungkin takkan pernah dikenalnya.
Namun ada banyak peraturan yang harus diingat. Satu, mereka harus tetap duduk di kursi yang telah ditentukan. Dua, apa pun yang mereka lakukan di masa yang didatangi takkan mengubah kenyataan di masa kini. Tiga, mereka harus menghabiskan kopi khusus yang disajikan sebelum kopi itu dingin. Rentetan peraturan lainnya tak menghentikan orang-orang itu untuk menjelajahi waktu. Akan tetapi, jika kepergian mereka tak mengubah satu hal pun di masa kini, layakkah semua itu dijalani?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar